UN Sebagai acuan
kelulusan, pantaskah?
“Gonjang-ganjing Ujian Nasional (UN) telah menjadi
polemik moral yang tak terselesaikan. Tak ayal bila kebijakan baru dirindukan demi terciptanya
system yang kondusif”
Ujian Nasional
(UN) adalah sistem evaluasi standar Pendidikan
Dasar dan Menengah secara Nasional, dan persamaan mutu tingkat pendidikan antar Daerah
yang dilakukan oleh Pusat
Penilaian Pendidikan. UN merupakan agenda tahunan yang tak
tertinggalkan dalam kecaman bangku sekolah. Namun agenda rutin itu seakan tak
ada habisnya menuai kontrofersi, mulai dari sistem yang setiap tahunnya berubah-ubah
sampai pelaksanaan UN.
Setiap
tahun UN smakin membabi buta, tak sedikit korban yang telah termakan olehnya.
Standart kelulusan yang saat ini meningakat menjadi 5,5 membuat para pelajar
khawatir dengan hasil yang dicapainya. Apalagi dengan lima paket yang seakan
menyudutkan para pelajar mengakibatkan banyaknya terjadi kecurangan-kecurangan
yang dilakukan baik pihak siswa atau pun guru. Keberadaan tangan jahil pun ikut
berperan dalam melakukan kecurangang-kecurangan tersebut Seperti pembobolan
soal ujian, atau bahkan pembobolan kunci jawaban. Selain itu kebijakan
pemerintah yang mengembalikan layak lulus atau tidaknya siswa kepada pihak
sekolahan, menambah kecurangan menegemen pendidkan dengan mengatrol nilai siswa
didiknya supaya mencapai rata-rata. Melihat fenomena diatas masihkah UN pantas
sebagai acuan penentuan kelulusan?
Pembobrokan
moral
UN yang disinyalir sebagai peningkatan mutu pendidikan
bangsa ternyata hanya isapan jempol saja. Tebukti adanya UN hanya menambah
polemik bangsa. Pembobrokan moralpun ikut andil dalam meramaikan polimik
tersebut. Bagaimana tidak? Mengingat kelulusan yang utama dan pertama mengakibatkan
sejumlah oknum melakukan hal-hal yang tak sesuai norma.
Tidak
hanya itu nilai tingkat kelulusan yang tiap tahun dinaikan, dengan harapan dapat
dicapai dengan maksimal, kenyataannya justru terbalik angka kelulusan siswa
semakin buruk, semakin banyak sisawa-siswi yang tidak lulus, dampaknya banyak yang
histeris karena tidak lulus, ada rasa menyesal, malu bahkan nekat bunuh diri.
Inilah
yang menjadi kecambuk bangsa, dimana sistem yang sebenarnya mengangkat eksistensi
pendidikan bangsa dan mencetak generasi cerdas intelektul tak ubahnya dijadikan
alat pemboborokan moral bangsa.
Jangan
sebagai acuan utana
Sekali
lagi UN hanyalah momok menakutkan bagi siswa/siswi kelas tiga SMP maupun SMA.
Beban yang dipikul pelajar jenjang pendidikan pada kelas tiga ini sangat berat.
untuk mencapainya, mereka harus belajar dengan keras.
UN
yang pada dasarnya sebagai acuan kelulusan diclame tidak efektif dalam
menjalankan perannya, terlihat berbagai fakta yang memperkuat harus adanya sistem
kebijakan baru mengenai standart kelulusan, karena tidak adil pula perjalanan
sekolah selama tiga tahun hanya dihisab dengan hitungan menit. Tidak hanya itu
untuk memperbaiki system yang ada, pihak sekolah yang telah diberi wewenang
untuk meluluskan siswanya atau tidak, dihimbau agar berlaku adil. Dalam hal ini, yaitu meluluskan
bagi yang patut diluluskan dan menidak luluskan yang patut untuk tidak lulus.
0 komentar:
Posting Komentar