Senin, 30 April 2012

artikel


UN Sebagai acuan kelulusan, pantaskah?
“Gonjang-ganjing Ujian Nasional (UN) telah menjadi polemik moral yang tak terselesaikan. Tak ayal bila  kebijakan baru dirindukan demi terciptanya system yang kondusif”
Ujian Nasional (UN) adalah sistem evaluasi standar Pendidikan Dasar dan Menengah secara Nasional, dan persamaan mutu tingkat pendidikan antar Daerah yang dilakukan oleh Pusat Penilaian Pendidikan. UN merupakan agenda tahunan yang tak tertinggalkan dalam kecaman bangku sekolah. Namun agenda rutin itu seakan tak ada habisnya menuai kontrofersi, mulai dari sistem yang setiap tahunnya berubah-ubah sampai pelaksanaan UN.
Setiap tahun UN smakin membabi buta, tak sedikit korban yang telah termakan olehnya. Standart kelulusan yang saat ini meningakat menjadi 5,5 membuat para pelajar khawatir dengan hasil yang dicapainya. Apalagi dengan lima paket yang seakan menyudutkan para pelajar mengakibatkan banyaknya terjadi kecurangan-kecurangan yang dilakukan baik pihak siswa atau pun guru. Keberadaan tangan jahil pun ikut berperan dalam melakukan kecurangang-kecurangan tersebut Seperti pembobolan soal ujian, atau bahkan pembobolan kunci jawaban. Selain itu kebijakan pemerintah yang mengembalikan layak lulus atau tidaknya siswa kepada pihak sekolahan, menambah kecurangan menegemen pendidkan dengan mengatrol nilai siswa didiknya supaya mencapai rata-rata. Melihat fenomena diatas masihkah UN pantas sebagai acuan penentuan kelulusan?
Pembobrokan moral
            UN yang disinyalir sebagai peningkatan mutu pendidikan bangsa ternyata hanya isapan jempol saja. Tebukti adanya UN hanya menambah polemik bangsa. Pembobrokan moralpun ikut andil dalam meramaikan polimik tersebut. Bagaimana tidak? Mengingat kelulusan yang utama dan pertama mengakibatkan sejumlah oknum melakukan hal-hal yang tak sesuai norma.
Tidak hanya itu nilai tingkat kelulusan yang tiap tahun dinaikan, dengan harapan dapat dicapai dengan maksimal, kenyataannya justru terbalik angka kelulusan siswa semakin buruk, semakin banyak sisawa-siswi yang tidak lulus, dampaknya banyak yang histeris karena tidak lulus, ada rasa menyesal, malu bahkan nekat bunuh diri.
Inilah yang menjadi kecambuk bangsa, dimana sistem yang sebenarnya mengangkat eksistensi pendidikan bangsa dan mencetak generasi cerdas intelektul tak ubahnya dijadikan alat pemboborokan moral bangsa.
Jangan sebagai acuan utana
Sekali lagi UN hanyalah momok menakutkan bagi siswa/siswi kelas tiga SMP maupun SMA. Beban yang dipikul pelajar jenjang pendidikan pada kelas tiga ini sangat berat. untuk mencapainya, mereka harus belajar dengan keras.
UN yang pada dasarnya sebagai acuan kelulusan diclame tidak efektif dalam menjalankan perannya, terlihat berbagai fakta yang memperkuat harus adanya sistem kebijakan baru mengenai standart kelulusan, karena tidak adil pula perjalanan sekolah selama tiga tahun hanya dihisab dengan hitungan menit. Tidak hanya itu untuk memperbaiki system yang ada, pihak sekolah yang telah diberi wewenang untuk meluluskan siswanya atau tidak, dihimbau agar  berlaku adil. Dalam hal ini, yaitu meluluskan bagi yang patut diluluskan dan menidak luluskan yang patut untuk tidak lulus.

           


0 komentar:

Posting Komentar